lupus-diagnosis

          Apakah Pioneers pernah mendengar kata lupus? Wah pasti sudah tidak asing lagi di telinga kita. Namun apa sih sebenarnya penyakit lupus itu? Penyakit Lupus termasuk golongan penyakit autoimun kronis. Autoimun berarti sistem kekebalan tubuh (imunitas) tidak dapat mengenali dan membedakan sel asing (non self) dengan sel, jaringan, serta organnya sendiri (self). Sehingga menyebabkan timbulnya gejala-gejala seperti lelah berkepanjangan, nyeri, rambut rontok, pegal otot, sering sariawan, ruam kulit, demam, dan kepekaan yang berlebihan terhadap sinar matahari. Gejala lainnya dapat bervariasi antar individu.
Tingkat keparahan dari penyakit lupus dapat hanya ringan, namun ada juga yang menyebabkan kematian. Wanita pada masa produktif, kisaran umur 15-44 menjadi populasi terbesar yang terkena penyakit ini, walaupun tidak menutup kemungkinan bagi anak-anak, remaja, dan kaum pria untuk terhindar dari penyakit ini. Di Indonesia sendiri, prevalensi lupus sebesar 0,5%, maka ibarat populasi di Indonesia sejumlah 250.000.000 jiwa, lupus menyerang 1.250.000 saudara kita. Bukan maksud menakut-nakuti, namun penyakit lupus memang perlu perhatian tidak hanya dari kalangan petugas kesehatan, namun juga keluarga, kerabat, dan tentunya pasien itu sendiri.
Hingga saat ini, memang belum ditemukan obat yang benar-benar dapat menyembuhkan penyakit lupus. Maka penting bagi pasien dan keluarga pasien yang terdiagnosa lupus untuk mengetahui bagaimana hidup bersama lupus dengan kualitas hidup yang terjaga baik. Penanganan terhadap penyakit lupus dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu :
1. Terapi Farmakologi (dengan obat-obatan)
Obat pilihan utama untuk penanganan penyakit lupus adalah obat golongan Kortikosteroid. Mungkin Pioneers pernah mendengar obat-obatan seperti kortison, kortisol, prednison, metilprednisolon, deksametason, dan atau betametason? Nah itulah obat-obatan golongan kortikosteroid. Pilihan atas obat mana yang paling cocok bisa ditanyakan kepada apoteker penanggung jawab terapi pasien. Obat-obat golongan kortikosteroid ini bekerja dengan mekanisme antiinflamasi (menekan radang akibat respon kekebalan tubuh) dan imunosupresi (menekan sistem kekebalan tubuh). Sehingga diharapkan dengan konsumsi kortikosteroid secara rutin, sistem kekebalan tubuh pasien dapat selalu terkontrol dengan baik. Terapi dengan obat golongan ini biasanya diberikan pada dosis efektif yang terkecil, unutk meminimalkan kemungkinan efek samping yang dapat muncul. Selain obat-obatan kortikosteroid, pasien juga dapat diberikan obat-obatan NSAID seperti aspirin, ibuprofen, naproksen, dan obat antinyeri-penurun panas seperti parasetamol.
2. Terapi Non-Farmakologi
Selain obat-obatan, pasien disarankan untuk meminimalkan paparan dengan faktor pencetus seperti kelelahan, paparan sinar matahari, dan stress. Menjaga pola makan dan olahraga ringan secara teratur, serta hindari kebiasaan merokok. Pasien yang menerima pengobatan harus melakukan kontrol rutin ke dokter, sehingga wajib bagi keluarga dan teman untuk terus memberikan dukungan dan pandangan positif kepada pasien.

Sumber :
http://farmasi.ugm.ac.id/files/piotribun/2015-6-07-910781Mengenal-Lebih-Dekat-Lupus.pdf
https://resources.lupus.org/entry/medications-used-to-treat-lupus
http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/Infodatin-Lupus-2017.pdf
https://www.pbpapdi.org/images/file_guidelines/14_Rekomendasi_Lupus.pdf


0 Comments

Leave a Reply

Avatar placeholder

Your email address will not be published.